PN Pekanbaru Disorot, Terdakwa Aktivis Anti Korupsi dan Wartawan Merasa Dikriminalisasi 

Pekanbaru, Detak Indonesia--Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menjadi sorotan dalam menangani perkara pidana nomor 556 dan 557 sidang dugaan kriminalisasi Aktivis Anti Korupsi Larshen Yunus dan Wartawan Wartakontras.com Rudi Yanto terkait perkara dugaan masuk tanpa hak dan perusakan ruangan Badan Kehormatan (BK) DPRD Riau.

Hakim PN Pekanbaru dituding para terdakwa sepertinya mengabaikan Undang-Undang (UU) Nomor 40/1999 tentang Pers yang merupakan UU Lex Spesialis. Bahkan, tiga Hakim PN Pekanbaru di persidangan menurut terdakwa bersikap dan bertindak seperti Pengacara membantu saksi-saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan jawaban, termasuk merubah jawaban saksi ketika ditanya kedua terdakwa dan kuasa hukum terdakwa. 

Menurut terdakwa, ketiga hakim PN Pekanbaru yang menangani perkara 556 dan 557 yakni Daniel Ronald SH MHum selaku Ketua Majelis dan hakim anggota Dr Salomo Ginting, Zefri Mayeldo Harahap. 

Menurut terdakwa, kendati Lembaga Peradilan dan profesi Hakim menjadi sorotan. Apalagi, sejak Hakim Agung tertangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sudah ditetapkan menjadi tersangka tindak pidana korupsi (tipikor) bulan lalu. Namun, kasus tersebut tidak menyurutkan hakim untuk netral dan sepertinya mengabaikan UU Nomor 40/1999 Tentang Pers.

Terbukti kata terdakwa, majelis hakim menolak eksepsi Wartawan Rudi Yanto dalam eksepsinya menyampaikan ketika didakwa dirinya sedang liputan menjalankan tugas jurnalistik Wartawan yang sedang menjalankan tugas diatur pasal 8 UU Pers mendapatkan perlindungan menyeluruh tidak bisa dipidana sesuai UU Pers Lex Spesialis. Apalagi, dalam dakwaan JPU tidak ada perbuatan pidana yang dilakukan Rudi Yanto. 

Terbukti dalam sidang pembuktian, apa yang disampaikan Rudi Yanto dalam eksepsinya dalam sidang pembuktian seluruh saksi yang dihadirkan JPU Kejari Pekanbaru mengenal terdakwa Rudi Yanto sebagai Wartawan yang bertugas di DPRD Riau ketika itu sedang liputan membuat konten media Youtube Media Wartakontras.com dan berdasarkan keterangan seluruh saksi terdakwa Rudi Yanto tidak ada melakukan perusakan.

"Untuk dan demi keadilan, Saya meminta Hakim Yang Mulia untuk memberikan keadilan putusan bebas murni yang merupakan hak kami. Putusan bebas murni tanpa syarat adalah Keadilan yang harus ditegakkan, walaupun langit akan runtuh," tegas terdakwa Rudi Yanto Wartawan sekaligus Pimpinan Media Wartakontras.com.

Bahkan, menurut terdakwa, ketiga hakim tersebut diduga melanggar UU Pers yang masih berlaku dengan melanjutkan perkara dan menolak eksepsi yang disampaikan terdakwa Wartawan Rudi Yanto. 

Bukan hanya itu, ketiga hakim tersebut ujar terdakwa diduga tidak bersikap adil di persidangan, tidak menanggapi dan tidak menindaklanjuti agar ditetapkannya Pelapor yang diduga  memberikan keterangan palsu di persidangan ketika dihadirkan menjadi saksi, Selasa (16/8/2022) lalu dan membantu saksi-saksi untuk merubah keterangannya di persidangan.

Ketiga hakim tersebut tidak pernah mengakomodir permintaan kedua terdakwa agar dihadirkan bukti- bukti yang dimiliki kedua terdakwa termasuk menghadirkan rekaman video CCTv dan karya jurnalistik, video hasil karya jurnalistik Media Wartakontras.com dan berita yang sudah terbit di Media Wartakontras.com. 

Bahkan, ketiga hakim tersebut ujar terdakwa hanya menjanjikan setiap persidangan sampai akhirnya tidak pernah diakomodir, sampai terakhir sidang duplik, Selasa (8/11/2022) dalam sidang agenda duplik di ruang sidang Kusuma Admadja, Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Terdakwa Wartawan Wartakontras.com Rudi Yanto mengungkapkan, replik yang disampaikan JPU Kejari Pekanbaru bukanlah fakta persidangan, namun adalah dakwaan awal yang bersumber dari opini-opini Pelapor Fer ASN DPRD Riau tidak saksi dan tidak alat bukti yang  dapat membuktikannya seperti di persidangan yang sudah diberitakan sejumlah media massa yang turut mengawasi persidangan termasuk diawasi Komisi Yudisial (KY). 

Rekaman video CCTv sebagai petunjuk awal menurut terdakwa jelas sudah sama sama kita lihat di persidangan tidak ada perbuatan atau peristiwa perusakan yang didakwakan kepada terdakwa artinya dengan demikian kalaulah nurani kita semua bisa jujur semua yang menonton video tersebut sesuai fakta persidangan tentunya kita  sepakat bahwa perkara ini sebenarnya tidak terbukti materil karena petunjuk awal rekaman video CCTv tidak ada hanya berisikan opini dan dugaan fitnah Pelapor Fer belaka karena hukum adalah pembuktian bukan untuk memenuhi keinginan pelapor. 

"Bahwa video rekaman CCTv yang dihadirkan dalam persidangan tidak kelihatan Larshen Yunus mendorong pintu bagaimana itu dijadikan sebagai alat bukti petunjuk awal perusakan. Karena hukum adalah pembuktian," ungkap Rudi Yanto. 

"Karena, tujuan pemeriksaan perkara pidana dalam proses peradilan hakikatnya adalah untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materiil  (materiile waarheid). Jangankan untuk sampai ke persidangan untuk diterima Laporan Polisinya saja jelas tidak masuk akal," tegas Rudi Yanto. 

Namun, kata Anggota PWI Riau ini, begitulah faktanya praktik hukum dengan korban salah satunya Rudi Yanto ketika menjalankan tugas  dilindungi UU Pers Nomor 40/1999 sebagai Lex Spesialis. Aturan itupun diduga tetap dilanggar oleh aparat penegak hukum. 

"Sampai sekarang Aturan UU Nomor 40/1999 diduga jelas dilanggar aparat, saya yang harusnya dilindungi malah dikriminalisasi. Perlindungan wajib terhadap saya apalagi media saya Wartakontras.com memiliki Badan Hukum yang lengkap dan saya memiliki profesionalitas dan kompeten selaku Wartawan yang memiliki Sertifikat Kompetensi Dewan Pers dan Wartawan Media Online dari Kementerian Kominfo RI," tegas Rudi Yanto. 

"Kendati demikian, kami yakini Majelis Hakim yang Mulia akan memberikan putusan memvonis bebas kami yang merupakan Hak Kami," tegas Rudi Yanto. 

Apalagi, lanjut Alumni Faperika Unri ini, PN Pekanbaru memiliki track record yang baik selama ini, pernah memutus bebas kasus yang sama yakni kasus yang sampai sidang tanpa alat bukti dan saksi, yakni kasus Mantan Dekan FISIP Unri yang divonis bebas PN Pekanbaru oleh Ketua Majelis Hakim Yang Mulia Estiono. Keputusan bebas PN Pekanbaru diperkuat Mahkamah Agung. 

"Persidangan yang kita lakukan ini yang diuji adalah opini pelapor tanpa didukung alat bukti dan saksi yang dapat membuktikan dakwaannya yang dilayani dengan baik oleh pihak kepolisian dan kejaksaan sehingga sampai ke pengadilan. Itu terbukti jpu sendiri bingung dengan dakwaannya di persidangan karena nggak ada alat bukti dan saksinya karena, apa yang didakwakan banyak fitnah, dalam artian kejadian yang tidak ada kami lakukan tidak ada alat bukti dan saksi terkait perusakan, kami didakwa masuk ke ruangan staf dan pimpinan BK DPRD Riau padahal itu tidak ada, terbukti di persidangan tidak ada alat bukti dan saksinya di persidangan," beber Rudi Yanto. 

Dilanjutkannya, Pelapor ASN DPRD Riau Fer berbohong dalam membuat laporan perusakan yang barang buktinya dibongkarnya sendiri dan dibawanya sendiri untuk dilaporkan dua minggu kemudian dengan opini karangannya sendiri tanpa disertai alat bukti dan saksi yang dapat membuktikannya di persidangan pembuktian beberapa waktu lalu.

"Replik yang disampaikan JPU Kejari Pekanbaru selalu membuat asumsi-asumsi sendiri bukan fakta persidangan sama sekali tidak ada menjawab pledoi yang kami sampaikan. Seperti disampaikan JPU kami masuk memilih pada di saat tidak ada orang. Dalam BAP dan persidangan kami jelaskan kami tahunya tidak ada orang setelah di sana dan saya merasa itu masih pukul 16.00 WIB masih jam kerja dan DPRD sampai jam 4 karena biasanya sampai jam 5 pun masih ada pegawai ataupun honorer di kantor DPRD Riau. Pemahaman kami itu ruang publik siapapun boleh masuk sama seperti yang disampaikan saksi tenaga ahli bidang pemerintahan BK DPRD Riau Padil dan keterangan saksi ahli hukum pidana bertolak belakang dengan fakta di lapangan dan fakta persidangan keterangan saksi-saksi, tidak ada tulisan dilarang masuk kami ada kepentingan di sana karena Larshen Yunus narasumber yang mengundang saya narasumber resmi dan kami sudah ada izin sebelumnya dan saya sudah 12 tahun bertugas liputan di sana memasuki gedung rakyat DPRD Riau saya di sana tidak pernah ada masalah kenapa perkara yang tidak ada peristiwa pidananya dan sudah damai ini sampai ke Pengadilan Negeri Pekanbaru," papar Rudi. 

"Video rekaman CCTv sama sama kita lihat tidak ada perbuatan perusakan yang didakwakan. Perlu kembali saya tegaskan di persidangan ini, bahwa saya sebagai satu satunya saksi yang melihat pintu tidak terkunci buktinya terbuka tidak tertutup rapat. Larshen Yunus membuka pintu saya melihat langsung Larshen Yunus tidak ada melakukan perusakan hanya mendorong biasa pelan karena membuka pintunya memang didorong," imbuh Rudi. 

"Saya tegaskan lagi Kami bukan sengaja memilih masuk di luar jam kerja. Kami tidak tahu itu bukan jam kerja dan kami tahunya tidak ada orang setelah berada di dalam. Sesuai pemahaman saya dan diperkuat saksi Tenaga Ahli BK DPRD Riau Padil ruangan rapat BK itu ruang publik boleh dimasuki bagi masyarakat umum meskipun di luar jam kerja keterangan itu disampaikan Padil dalam kesaksiannya," imbuh Rudi lagi. 

Dilanjutkan Pemegang Sertifikasi Kompetensi Wartawan Dewan Pers ini, bukti laporan ini fitnah keterangan saksi satu dengan yang lainnya tidak ada yang berkesesuaian Upik yang ketika memberikan kesaksiannya menyampaikan yang pertama masuk keesokan harinya pukul 06.00 WIB menyampaikan jika pintu terkunci tidak bisa dibuka pakai fingerprint dan Upik bisa masuk membersihkan ruangan BK DPRD Riau. 

"Akhirnya ketika ditanya kuasa hukum saya bagaimana caranya masuk berarti Ibu yang merusak. Akhirnya, saksi tidak bisa menjawab dibantu di tengahi hakim jika pintu tidak terkunci karena faktor tingkat pendidikan," ujar Rudi.

Lebih lanjut, Rudi Yanto Pemilik Sertifikat Wartawan Media Online dari Kementerian Kominfo RI membuktikan dakwaan kebanyakan berisi fitnah terhadapnya seakan ada peristiwa pidana yang dilakukan namun gagal mereka buktikan di persidangan karena justru mereka yang sebenarnya merencanakan kejahatan terhadap terdakwa dengan mengkriminalisasi terdakwa karena tidak ada perbuatan kriminal seolah olah ada melakukan perbuatan kriminal diduga atas dorongan oknum di DPRD Riau. 

"Mu yang ketika itu yang sudah kepalang malu menuduh saya duluan terekam CCTv mengobrak abrik, merusak di ruangan BK dan Mu menuduh saya sudah dilaporkan ke pihak kepolisian 23 Desember 2021 atas nama lembaga dan dia saya laporkan ke Diskrimsus Polda Riau atas tuduhan bohongnya tersebut. Dan tuduhannya semua terbukti bohong tidak ada rekaman CCTv saya merusak, mengobrak-abrik setelah diputar Video rekaman CCTv yang sama sama kita lihat sidang pembuktian di PN Pekanbaru. Dan saya baru dilaporkan 29 Desember 2021 pukul 00.29 WIB oleh ASN DPRD Riau Fer," jelas Rudi Yanto. 

Senada disampaikan terdakwa Larshen Yunus. Aktivis Anti Korupsi ini menjelaskan, replik yang disampaikan JPU Kejari Pekanbaru sama sekali bukan fakta persidangan, namun dakwaan yang diulang-ulang, dakwaan dari opini pelapor tanpa ada alat bukti dan saksi yang dapat membuktikannya. 

"Oleh karena itu, saya meminta kepada hakim yang mulia untuk memberikan putusan bebas tanpa syarat kepada Kami, karena kasus ini penuh spekulasi dan sandiwara hukum diduga pesanan oknum pejabat tanpa alat bukti dan tanpa adanya saksi yang dapat membuktikan dakwaannya," tegas Larshen Yunus Ketua KNPI Riau.

Terpisah menanggapi tudingan diduga melanggar UU Pers dan tiga hakim bertindak seperti pengacara Pelapor, Humas PN Pekanbaru Andri Simbolon SH tidak bersedia memberikan tanggapan kepada awak media. Namun, Andri menegaskan PN Pekanbaru dalam mengambil keputusan tidak akan dapat dipengaruhi pihak manapun termasuk demo terhadap Larshen Yunus beberapa waktu lalu.

Untuk itu, kata terdakwa ini putusan bebas terhadap Aktivis Larshen Yunus dan Wartawan Rudi Yanto sangat ditunggu publik untuk membuktikan tidak adanya 'mafia peradilan' di PN Pekanbaru. Apalagi, jelas terdakwa profesi hakim saat ini menjadi sorotan publik hakim Mahkamah Agung kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (*/di/azf) 


Baca Juga